HOKI DAN KESEHATAN

PALMISTRI, FISIOGNOMI, SHIO, GRAFOLOGI, ZODIAK, HOROSKOP, TAHI LALAT, FRENOLOGI, NUMEROLOGI, FENGSHUI, BAZI, ZIWEI, ASTROLOGI

Ramalan, Tren atau Kebutuhan?

Posted by Fisiognomi pada 5 Mei 2010

DI kawasan kaki lima Alun-Alun Bandung, dengan mudah kita bisa menemukan seorang lelaki menggelar berbagai gambar telapak tangan, lengkap dengan garis-garisnya yang dengan sengaja dibuat lebih tebal. Di hamparan plastik itu juga terlihat berbagai gambar alam yang dibagi menurut nama-nama hari dalam sepekan. Lelaki itu selalu berdiri di samping lapaknya sambil sesekali menawarkan orang lewat untuk mampir. Sekadar untuk duduk berjongkok sambil memperlihatkan telapak tangannya pada lelaki itu.

Lalu, lelaki itu dengan serius mengamati garis tangan kliennya sambil sesekali bertanya itu dan ini, dari mulai nama, nama ayah, dan seperti biasa, hari kelahiran (wedal). Tiap wedal diwakili oleh lambang-lambang alam, juga dengan nama-nama para nabi. Biasanya orang paling suka kalau wedal-nyz hari Senin, dianggap bagus karena sama dengan hari lahir Kanjeng nabi Muhammad saw. Wedal dan tambangnya biasanya dianggap bisa menjelaskan sifat orang tersebut. Dari sifat inilah, dipadukan dengan hasil membaca garis tangan, masa depan orang itu konon bisa terbaca.

Mudah saja. Lelaki yang menggelar hamparan plastik itu adalah penjual jasa ramal, atau tukang ramal. Ada saja orang yang membutuhkan jasanya meski sering kali tampak kliennya itu agak canggung. Bukan karena ia harus berjongkok di tepi jalan seperti itu, tetapi karena semua orang tahu dia sedang diramal. Agak aneh juga, memang, kenapa mesti malu, padahal begitu maraknya orang memakai jasa peramal sekarang lewat handphone.

Sementara itu, di sebuah kafe di kawasan Jalan Juanda Bandung, seorang perempuan paruh baya asyik berbincang dengan seorang pemuda sambil membalik-balik dan membuka kartu tarot. Mereka tampak berbincang-bincang dan tampak si pemuda lebih banyak mendengarkan. Kartu tarot adalah bentuk lain dari kegandrungan banyak orang sekarang dalam urusan ramal-meramal. Di luar itu, dunia astrologi, media klasik ramal-meramal masih belum kehilangan jutaan “klien”-nya. Baik di majalah-majalah, internet, ataupun lewat jasa layanan provider yang setiap hari getol mengirimkan ramalannya.

Terlebih lagi di setiap pergantian tahun, tren ramalan tampak kian marak. Ramalan kiamat 2012 yang diikuti oleh suksesnya film tersebut, seolah menjelaskan tingkat kepercayaan banyak orang pada ramalan. Di penghujung tahun, berbagai stasiun TV pun seperti berlomba mengundang paranormal atau orang-orang yang dianggap “pintar” untuk membaca gejala apa yang akan terjadi di tahun depan. Bahkan, paranormal senior seperti Mama Lauren nyaris tak ubahnya jadi rebutan stasiun-stasiun TV.

Mama Lauren diburu dan diwawancarai untuk mengungkapkan hasil terawangannya di tahun depan. Dari mulai kehidupan para selebriti, siapa yang akan menikah dan siapa yang bercerai, kadang-kadang politik, sampai bencana alam. Saking ampuhnya ramalan Mama Lauren, sempat terjadi kehebohan karena beredar SMS yang mengaku bersumber dari ramalan Mama Lauren. Ramalan itu menyebutkan akan robohnya Jembatan Pasupati di Bandung.

Karena SMS ramalan itu beredar di tengah musim bencana gempa, tak ayal lagi ramalan itu kian membuat heboh. Inilah yang membuat Mama Lauren merasa perlu tampil di sebuah tayangan TV untuk membantah bahwa ia pernah membuat ramalan semacam itu.


Tren

Ramalan dari yang paling tradisional sampai yang paling canggih tampaknya kini menjadi bagian dari kehidupan masyarakat modem di kota besar. Orang tak lagi merasa perlu memikirkan apakah itu masuk akal atau tidak. Yang penting adalah menyalurkan kepenasaran untuk melihat prediksi peruntungannya di masa depan. Dari mulai peluang bisnis, jodoh, masalah rumah tangga, sampai keuangan. Batas antara klenik, logis tak logis, dan norma agama, tertutupi oleh tren yang kini diam-diam menggejala sebagai bagian dari gaya hidup.

Meski tak percaya sepenuhnya. Rani (27) karyawan sebuah pusat perdagangan elektronik di kawasan Purnawarman Bandung, setiap hari selalu menunggu kiriman SMS langganan ramalan bintangnya. Dalam sehari ia menerima dua SMS ramalan, mulai dari urusan kesehatan, keuangan, sampai percintaan. “Ya, iseng aja, sih. Tetapi kadang-kadang ada benarnya juga. Pernah ramalan bilang aku bakal ketemu teman lama yang tak terduga. Eh, tahunya, ketemu teman SMP di angkot! Mantan pacar pertama lagi!” katanya sambil tertawa.

Akan tetapi, seperti kebiasaan orang menghadapi ramalan, Rani pun paling tak suka dengan ramalan yang rada-rada jelek. Sikapnya kemudian lebih melihat ramalan itu cuma ramalan. Akan tetapi sebaliknya, kalau ramalan itu menyenangkan, ia mengakui suka diam-diam menunggu kebenarannya. “Misalnya, bintangku bilang aku bakal dapat bonus tak terduga dari atasan. Aku nunggu-nunggu, tetapi temyata enggak ada tuh bonus. Ya, udah, nyantai aja,” tuturnya.

Lukman (39), teman kerja Rani, setali tiga uang alias sama saja. Malah sejak SMA ia paling getol membaca ramalan astrologinya di majalah-majalah remaja. Bahkan sampai ia menikah, kebiasaannya membaca ramalan masih belum hilang. Lewat handphone ia berlangganan jasa layanan ramalan lewat seorang paranormal yang sering memasang iklan di TV. Ya, soalnya kan bukan boleh atau tidak oleh agama. Sejak dulu manusia memang selalu penasaran dengan apa yang akan terjadi dengan dirinya. Jadi wajar saja, bergantung pada bagaimana kita menyikapinya. Terlalu percaya, ya, jangan, anggap saja sebagai warning,” ujar ayah dua anak ini.

Benarkah tren orang memerlukan ramalan melukiskan rendahnya tingkat kepercayaan diri seseorang? Ataukah, benar ini tak lebih dari sekadar tren yang jadi marak karena media televisi? Intan (22), seorang mahasiswi perhotelan yang mengaku sering kali berkonsultasi dengan temannya yang mampu membaca kartu tarot merasa bahwa ia memang sering tidak percaya diri ketika menghadapi satu persoalan. Pada teman kuliahnya yang bisa membaca kartu tarot itu ia sering meminta pendapat untuk lebih menambah kepercayaan dirinya.

“Iya, sering enggak pede. Saya sering merasa harus datang dan berkonsultasi padanya meski kadang-kadang saya sudah memikirkan apa yang harus saya lakukan,” ujar Intan. Intan menuturkan awalnya ia hanya iseng sambil menguji kemampuan temannya itu. Ternyata lewat kartu tarot ada bagian yang selalu jadi benar dan pendapat temannya itu pun sering tak melenceng dari apa yang sudah dibayangkannya. Sejak itu, seperti ketagihan, Intan amat bergantung pada kartu tarot. Sebenarnya, Intan bisa saja merasa tidak perlu mendatangi temannya itu, tetapi tampaknya Intan merasa ada yang tak lengkap dengan keputusannya jika ia tak berkonsultasi dengan temannya itu.

“Rasanya kurang lengkap dan enggak ada sugesti bahwa apa yang saya putuskan itu benar,” katanya. Gampang diduga, Intan, mungkin juga Rani, dan Lukman, merupakan tiga dari sekian banyak orang yang sedang asyik masyuk dengan ramalan. Tak cukup hanya lewat ramalan bintang, Rani juga berlangganan ramalan SMS Mama Lauren, sedangkan Lukman juga pelanggan sugesti SMS yang ditawarkan oleh Deddy Corbuzer. Mereka inilah sedikit dari orang-orang yang tampaknya juga percaya pada ramalan bahwa kiamat akan terjadi tahun 2012. “Itu sih urusan Tuhan. Akan tetapi aku enggak berani tuh nonton filmnya. Ngeri, takut benar,” kata Rani. (Ahda Imran)

(pikiran-rakyat.com)

2 Tanggapan to “Ramalan, Tren atau Kebutuhan?”

  1. […] Ramalan, Tren atau Kebutuhan? […]

  2. […] Ramalan, Tren atau Kebutuhan? […]

Tinggalkan komentar